Dibandingkan kopi-kopi lainnya di Indonesia, sejarah kopi Toraja punya kisah yang lebih kompleks dan erat dengan pertumbuhan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan. Ada beberapa fakta menarik yang wajib kamu tahu tentang sejarah kopi Toraja di Indonesia! yang disebut sebagai mutiara hitam ini!
Berbeda dengan wilayah lain di Indonesia, kopi justru sudah masuk ke Toraja sejak abad ke 16. Dilansir dari Historia.com, catatan –Lontaraq Bilang – catatan harian kerajaan Gowa – menyebutkan bahwa Toraja menjadi wilayah pertama yang menanam kopi di Sulawesi Selatan, tradisi ini diperkenalkan oleh orang-orang dari kerajaan Gowa.
Tanaman kopi disebutkan di bawa, oleh para saudagar Arab yang datang ke Makassar. Kopi dipromosikan sebagai minuman yang bisa membuat mata terjaga tanpa tertidur serta menambah vitalitas, sehingga sangat digemari.
Di abad ke 18, kopi menjadi komoditas yang vital bagi masyarakat Sulawesi Selatan. Kopi juga menjadi alat barter untuk persenjataan sebelum akhirnya dikonsumsi oleh seluruh kalangan, terutama para pasukan kerajaan untuk menghadapi perang.
Abad ke 19 menjadi puncak kejayaan kopi Toraja, komoditas ini bahkan menjadi penyelamat utama perdagangan Indonesia. Pada masa itu kopi di tanam didaerah Jawa, Sulawesi dan sebagian daerah Sumatra.
Ketatnya persaingan produksi kopi membuat beberapa daerah di Sulawesi Selatan bersitegang memperebutkan pasar. Beberapa kerajaan bahkan melakukan aturan khusus hingga melancarkan serangan. Diantaranya adalah wilayah Selatan, Wajo Sidenreng, Camba, dan sebagian Sinjai, di wilayah Utara ada Toraja dan Enrekang.
Sayangnya di 1882 pasokan kopi secara internasional berkurang. Lalu muncul serangan penyakit yang menyebabkan tanaman kopi di dataran rendah menjadi mati, petani kemudian mengganti tanaman kopi dengan tanaman lain yang lebih menjanjikan. Meski begitu perkebunan kopi ini masih bisa bertahan, karena berada di dataran tinggi.
Belanda kemudian memperkenalkan varietas kopi robusta yang lebih tahan hama dan penyakit. Sayangnya harga komoditas ini cukup rendah dan membuat petani menderita. Belanda juga mendengungkan isu bahwa robusta adalah kopi kelas superior sementara arabica imperior atau kelas rendahan, untuk menekan harga. Meski begitu kerajaan Gowa yang menguasai pasar kopi ini, diam-diam menjual kopi arabica dengan kelas superior melalui Singapura dengan market masyarakat Inggris.
Penjualan kopi arabica Toraja kemudian menjadi terpuruk tatkala penyakit sampar (semacam muntaber) dari Batavia menyebar. Penyakit ini kemudian diasosiasikan dengan kebiasaan meminum kopi. Di tahun 1880-1970 permintaan kopi semakin langka. Kondisi politik Indonesia, lokasi yang sulit dijangkau, serta sulitnya perawatan membuat kebun kopi semakin “dilupakan”.
Di tahun 1970an kopi ini kembali menggeliat berkat masuknya perusahaan Jepang yang tertarik mengekspor kopi arabica Toraja ke kancah internasional. Mereka melakukan berbagai edukasi kepada petani agar kopi Toraja kembali diminati sebagai komoditas utama. Upaya ini tergolong sukses, ekspor pertama dilakukan tahun 1979 dalam bentuk green beans.
Ketertarikan masyarakat internasional terhadap kopi ini, membuat volume ekspor semakin tinggi dan kopi ini mulai mendapat pangsa pasar tersendiri, khususnya kelas elit. Pasokan yang masih tergolong langka membuat kopi Toraja menjadi kopi premium yang dianggap mewah dan dijuluki sebagai “The Queen of Coffee”.
Sejak abad ke 19 kopi Toraja selalu memiliki harga paling tinggi dibandingkan kopi-kopi lainnya dari Sulawesi Selatan. Hal ini karena Toraja memiliki tanah dengan struktur tua sehingga kopi memiliki rasa yang lebih kompleks. Aroma dan cita rasanya sangat kaya namun tetap seimbang. Selain itu kondisi alam juga menyebabkan produksi kopi rendah bila dibandingkan wilayah lain di Indonesia, apalagi di masa tersebut kebun kopi ini masih tergolong sedikit.
Di tahun 1990-an Starbucks memperkenalkan trend specialty coffee yang membawa nama daerah penghasil biji kopi, sehingga nama kopi Toraja semakin dicari. Berkat tren-tren terbaru ini, kebun kopi ini kini semakin bertumbuh dan mulai berkembang menjadi destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Diolah dari berbagai sumber
Informasi lebih lanjut bisa menghubungi
Public Relations Toffin Indonesia di email auliaharyadi@toffin.id